October 10, 2009
Pada awalnya...
Perjalanan jauh pertama yang kulakukan seorang diri adalah dengan travel, Bandung-Purwokerto, saat SMP kelas 1. Tidak susah memang, aku hanya perlu duduk manis selama 6-7 jam. Dan perjalanan pertama yang layak disebut 'traveling' (dimana aku harus mengatur sendiri transportasiku, mencari tempat menginap, dan dengan tujuan untuk wisata), adalah saat kabur dari Semarang ke Jogjakarta bersama sejumlah teman selama 2 hari, saat SMU. Kabur, karena orang tuaku tidak mengetahuinya. Selanjutnya, sejumlah perjalanan selama masa kuliah, ke sini dan ke sana, tapi sejujurnya, tidak banyak berkesan. Sampai tahun 2008, saat aku melangkahkan kakiku ke Italia.
Tujuan awal aku ke sana adalah mencari ilmu dan mencari penghidupan, yang sayangnya, tidak tercapai. Namun perjalanan itu tidaklah sia-sia. Di sana aku menemukan mimpi-mimpi baru dalam hidupku, salah satunya adalah: melihat dunia lebih banyak lagi. Dan pada saat aku kembali ke Bandung, aku bertemu banyak orang yang juga ingin melihat dunia, termasuk orang asing yang sedang mewujudkan mimpinya juga untuk melihat dunia.
Dan jika Tuhan berkenan, aku akan mewujudkan mimpi-mimpiku.
February 3, 2009
Sekeping Lima Puluh di Tepi Cikapundung
Beberapa hari yang lalu, komunitas Batagor mengadakan acara "Bebersih Bandung Yuk", bertempat di jalan Braga dan sekitar Gedung Merdeka. Aku juga ikut bersama mereka, menyusuri jalanan dan memungut sampah. Dan di tepi Cikapundung, di seberang Warung C'mar, aku menemukan sekeping lima puluh rupiah tercecer di jalanan, seperti sampah-sampah lainnya. Aku tertawa dalam hati, teringat komentar di blog itu.
Apa artinya sekeping lima puluh? Tidak ada! Bahkan permen atau kerupuk pun tak dapat! Tidak peduli orang kaya maupun mereka yang tak berpunya, aku yakin semua sepakat tentang nilai kepingan ini. Bagaimana dengan barang-barang yang memiliki akhiran ...50 pada angka harganya? Nyatanya orang lebih suka membulatkan ke kelipatan ratusan terdekat, atau sekalian memberi harga 'lima ratus dapat dua' daripada 'satunya dua ratus lima puluh'. Di supermarket pun, aku yakin mereka sudah tidak lagi menyediakan kepingan lima puluh untuk kembalian, hanya sampai nilai ratusan terdekat. Aku jadi bertanya-tanya. Jika kukumpulkan cukup banyak kepingan lima puluh, katakanlah sampai lima ribu rupiah saja, apakah kasir-kasir supermarket itu mau menerimanya sebagai alat pembayaran? Aku meragukannya.
Jika nilai uang kepingan tersebut diabaikan, sebagai sekeping logam pun benda itu tak berarti. Untuk kerokan? Tidak ada rasanya. Sebagai pemberat? Terlalu ringan. Lalu apa gunanya? Terabaikan, dan terbuang seperti sampah yang berserakan di jalan.

Dan tentang "Bebersih Bandung Yuk", kurasa sudah banyak tulisan dan foto-foto yang beredar milik kawan-kawan di Batagor. Komentarku? Sejujurnya, aku kurang merasakan semangat "bebersih Bandung"-nya. Tapi toh semua menikmati kebersamaannya, dan itu juga penting. Bagi yang belum tahu, Batagor itu singkatan dari "Bandung Kota Blogger", wadah pemersatu blogger-blogger kota Bandung. Ingin tahu lebih lanjut? Langsung saja kunjungi situs mereka.
dan selamat datang bagi anda yang baru pertama kali menjelajah halaman ini.
adrian.ben
January 26, 2009
As The Words Fill The World
Di sana akan kutuliskan antara lain apresiasiku terhadap tulisan-tulisan yang sudah ada dan juga tulisan-tulisan hasil karyaku. Dan untuk hal-hal lainnya, aku akan tetap menggunakan halaman yang sekarang sedang kaubaca ini.
January 15, 2009
Bandung - After Midnight

Atau mungkin mereka memang tidak mau tahu.

Aku punya beberapa kategori tentang mereka yang masih terjaga. Pertama, mereka yang bekerja: para satpam yang asik berbicara satu sama lain ditemani kopi hitam; para pemilik warung yang masih buka, meski sebagian sudah mulai membereskan barang-barangnya; pelayan di tempat-tempat hiburan malam serta kafe-kafe; karyawan restoran fast-food 24 jam yang mengantarkan pesanan; dan terakhir, mereka yang berada di dalam bayang-bayang, terutama mereka yang menjajakan dirinya. Mereka yang bekerja di malam hari kadang tidak punya pilihan untuk bekerja di siang hari seperti orang lain, rasanya seperti mereka tidak mendapat tempat di bawah terik matahari.
Yang kedua, anak-anak muda, biasanya mereka bergerombol: di depan toko 24 jam, di warung-warung makan, di daerah Dago, di sekitar Gasibu, dan sejumlah tempat lain. Mereka hanya duduk, mengobrol satu sama lain, main kartu, berbagi ganja, dan entah apa lagi. Termasuk pula dalam kategori ini adalah mereka yang baru pulang dari tempat-tempat hiburan malam. Untuk yang terakhir ini biasanya bisa dikenali dari caranya berpakaian, make-up yang tadinya tebal tapi mulai luntur, bau parfum yang sudah bercampur keringat, terkadang juga jejak-jejak alkohol, entah itu baunya atau dari tingkah mereka yang mabok. Ada sebagian diantaranya yang berpasangan dengan mesra-seakan-dunia-milik-berdua-yang-laen-ngontrak, dan aku berani bertaruh bahwa malam masih akan lebih panjang (dan lebih panas) untuk pasangan-pasangan itu.
Sisanya, yang tidak termasuk dalam dua kategori di atas, bisa bermacam-macam. Tapi sebagian hanya orang-orang yang berkeliaran tanpa tujuan.



Bandung, selewat tengah malam, memiliki keindahannya sendiri yang tidak disadari banyak orang: gemerlap dalam gelap, ramai di dalam sepi. Ini hanyalah sepenggal wajahnya. Masih banyak lagi yang tak terlihat...
terutama untuk mengurangi noise. Iya, aku butuh kamera yang lebih layak...
January 12, 2009
Apa yang kausukai dari bumi ini?
I love the clear blue skies
I love big bridges
I love when great whites fly
I love the whole world
And all its sights and sounds
Boom de yada, boom de yada
Boom de yada, boom de yada
I love the oceans
I love real dirty things
I love to go fast
I love Egyptian kings
I love the whole world
And all its craziness
Boom de yada, boom de yada
Boom de yada, boom de yada
I love tornadoes
I love arachnids
I love hot magma
I love the giant squids
I love the whole world
It’s such a brilliant place…
Boom de yada, boom de yada
Boom de yada, boom de yada
January 4, 2009
A Moment of Peace in Sawarna
Sawarna, sebuah desa kecil di tepi laut, terletak di pesisir selatan Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Mayoritas penghuninya adalah petani, nelayan, dan perajin furniture. Meski terpencil dan sulit dijangkau, tempat ini cukup terkenal di kalangan pecinta Surfing, terutama dari Australia dan Belanda.
Selain tempat surfing, desa ini juga memiliki sejumlah objek menarik lainnya. Ada sejumlah goa: goa singalong dengan air terjun di dalamnya; goa langir, sebuah goa di tepi laut; dan yang paling menarik adalah goa lalai, yang sangat dalam. Pak Ade yang menemani kami, mengatakan bahwa ia pernah mencoba memasuki goa ini ingin mencapai ujungnya, namun sudah 2 hari menjelajah, ujung goa masih belum tercapai. Selain itu, sejumlah karang dan tebing yang indah juga bisa menjadi pilihan untuk berfoto, dengan Karang Layar sebagai objek yang paling menarik. Tak lupa, hamparan sawah serta lambaian pohon kelapa turut memanjakan mata.
Biarlah foto-foto ini menjelaskan dengan lebih baik.
Rute dari Bandung menuju Sawarna (tarif tahun 2008):
- Terminal Leuwi Panjang (Bandung) - Sukabumi
----- Bus Ekonomi (Rp 15.000) atau Bus AC (Rp 21.000) membutuhkan waktu sekitar 3-4 jam
- Sukabumi - Pelabuhan Ratu
----- Bus MGI (Rp 19.000) membutuhkan waktu sekitar 2 jam
- Pelabuhan Ratu - Bayah [turun di Simpang Ciawi. bilang aja sama kernetnya]
----- Minibus/Elf (Rp 25.000) membutuhkan waktu sekitar 2 jam
- Simpang Ciawi - Sawarna
----- Ojek (Rp 15.000 - Rp 25.000, pintar-pintar menawar saja)
Untuk yang terakhir, memang agak susah mencari Simpang Ciawi. Bisa juga turun di Bayah, kemudian menggunakan ojek ke sawarna (tarifnya sama seperti di atas), namun rute ini memutar lebih jauh (+ 45 menit sampai 1 jam).
Rute dari Jakarta dapat melalui Sukabumi atau Bogor lalu ke Pelabuhan Ratu untuk tiba di Sawarna dari arah timur, atau dapat melalui Rangkasbitung atau Serang lalu ke Malingping untuk jalur barat. Sedangkan untuk tempat menginap, tanya saja pada warga setempat atau tukang ojek dimana rumah Pak Hudaya atau Homestay Widi milik Pak Ade.
Makhluk Mimpi
"We are such stuff as dreams are made on; and our little life is rounded with a sleep."
(The Tempest Act 4, scene 1, 148–158; Shakespeare)
Manusia adalah makhluk yang tersusun dari mimpi, dan hidup bersama mimpi. Manusia bermimpi bisa terbang, terciptalah pesawat. Manusia memimpikan kekuasaan, terjadilah perang. Manusia memimpikan kemudahan dan kenyamanan, hadirlah mobil, pendingin ruangan, dan banyak lagi.
Manusia senang bermimpi. Manusia memperjual-belikan mimpi: novel, film, kasino, undian berhadiah. Manusia hidup dalam mimpi. Ada yang memimpikan kekuasaan mutlak dan harta melimpah; ada yang sekedar memimpikan makan yang layak, paling tidak sehari sekali. Ada yang memimpikan ketenaran; ada yang hanya memimpikan sekeping logam dari pengemudi mobil di perempatan jalan.
Jangan takut bermimpi. Manusia adalah makhluk yang tersusun dari mimpi. Dunia yang ada saat ini, merupakan manifestasi dari mimpi orang-orang di masa lampau. Dan dunia yang akan datang, akan terwujud dari mimpi saat ini.
Koloni luar angkasa? Robot? Mungkin saja.
Kehidupan yang layak, bersama suami/istri tercinta dan anak-anak, di rumah pribadi yang nyaman? Tentu saja bisa.
Apa mimpimu?
January 3, 2009
as I wander out under the sky
Mungkin inilah salah satu alasan aku suka bertualang: dunia itu luas, kawan!
And as I wander out under the sky, I'll keep on writing on this blog. Ah, tapi jangan menyangka blog ini hanya tentang perjalanan ke pantai atau ke gunung saja, tetapi juga tentang hal-hal lain di sekitarku sehari-hari, karena apa yang terjadi di sekitarku juga bagian dari perjalanan hidupku. Betul?
Judul blog ini diambil dari sebuah lagu, aku tidak tahu siapa penyanyi aslinya. Aku mempelajarinya menjelang natal lalu, dalam rangka membantu seorang kawan menyanyikannya dalam perayaan natal di gereja.
How Jesus, the Savior, did come for to die
For poor, ornery people like you and like I
I wonder as I wander out under the sky
Mentari di Pasopati

Aku selalu melewati jalan layang itu jika hendak menuju daerah pasteur atau cihampelas dari rumah. Dan sering sekali, langit memanjakanku dengan semburat warnanya yang indah. Jika tidak sedang terburu-buru, aku akan berhenti sejenak, atau paling tidak melambatkan motorku. Terkadang aku menyempatkan diri memotretnya, meski hanya menggunakan handphone.

Dengan hasil foto seadanya, aku sudah puas. Aku tidak butuh gambar yang jernih dan tajam. Aku hanya perlu melihat sekilas dan aku dapat memutar kembali rekaman yang jauh lebih jelas di dalam ingatanku. Rekaman yang bukan berupa gambar diam, tetapi semuanya: goresan warna langit barat, hembusan angin melalui sela jaketku, suara kendaraan yang melewatiku, dan terutama, apa yang kurasakan dalam hati saat melihatnya: "O God, how great Thou art!"