January 26, 2009

As The Words Fill The World

Satu kata bisa memiliki sejumlah makna. Kata dipadu dengan kata, bisa menghasilkan sejumlah makna baru lainnya. Makna berbenturan dengan makna, menghasilkan persepsi yang berbeda. Aku ingin membagikan persepsiku terhadap kata-kata yang memenuhi dunia ini. Dan karena kurasa aku memerlukan tempat khusus untuk itu maka hadirlah :


Di sana akan kutuliskan antara lain apresiasiku terhadap tulisan-tulisan yang sudah ada dan juga tulisan-tulisan hasil karyaku. Dan untuk hal-hal lainnya, aku akan tetap menggunakan halaman yang sekarang sedang kaubaca ini.

January 15, 2009

Bandung - After Midnight

Udara dingin menusuk kulit. Tebalnya jaket yang kukenakan seperti tidak ada artinya, karena ujung-ujung jemariku tetap membeku tak terlindung. Aroma lembab air hujan yang menggenang di atas aspal memenuhi udara, menerpa wajahku yang tak terlindung seraya aku berkendara dengan tidak terburu-buru. Ini hanyalah satu di antara entah-berapa-banyak malam yang kulalui di jalan. Udara malam adalah nafasku, dan denyut kotaku yang tertidur tenang adalah denyutku, dibuai rinai hujan yang baru lalu. Sementara jemari sang waktu bergerak menembus batas hari...

Bandung, selewat tengah malam, memiliki keindahannya sendiri yang tidak diketahui oleh banyak orang. Ah, atau mungkin mereka memang tidak mau tahu dan lebih suka berada di dalam kamar mereka yang hangat. Mereka tidak tahu gemerlapnya kota ini dalam gelap, mereka juga tidak tahu betapa ramainya kota ini dalam sepinya malam.

Atau mungkin mereka memang tidak mau tahu.

Denyut Bandung pada waktu ini sangat berbeda dengan keramaiannya di siang hari. Kemacetan yang semakin lama semakin parah, apalagi di waktu musim liburan, tidak akan dijumpai pada jam segini. Kendaraan hanya sesekali berlalu-lalang, dengan kecepatan tinggi. Orang-orang yang menghidupkan suasana kota pun berbeda.

Aku punya beberapa kategori tentang mereka yang masih terjaga. Pertama, mereka yang bekerja: para satpam yang asik berbicara satu sama lain ditemani kopi hitam; para pemilik warung yang masih buka, meski sebagian sudah mulai membereskan barang-barangnya; pelayan di tempat-tempat hiburan malam serta kafe-kafe; karyawan restoran fast-food 24 jam yang mengantarkan pesanan; dan terakhir, mereka yang berada di dalam bayang-bayang, terutama mereka yang menjajakan dirinya. Mereka yang bekerja di malam hari kadang tidak punya pilihan untuk bekerja di siang hari seperti orang lain, rasanya seperti mereka tidak mendapat tempat di bawah terik matahari.

Yang kedua, anak-anak muda, biasanya mereka bergerombol: di depan toko 24 jam, di warung-warung makan, di daerah Dago, di sekitar Gasibu, dan sejumlah tempat lain. Mereka hanya duduk, mengobrol satu sama lain, main kartu, berbagi ganja, dan entah apa lagi. Termasuk pula dalam kategori ini adalah mereka yang baru pulang dari tempat-tempat hiburan malam. Untuk yang terakhir ini biasanya bisa dikenali dari caranya berpakaian, make-up yang tadinya tebal tapi mulai luntur, bau parfum yang sudah bercampur keringat, terkadang juga jejak-jejak alkohol, entah itu baunya atau dari tingkah mereka yang mabok. Ada sebagian diantaranya yang berpasangan dengan mesra-seakan-dunia-milik-berdua-yang-laen-ngontrak, dan aku berani bertaruh bahwa malam masih akan lebih panjang (dan lebih panas) untuk pasangan-pasangan itu.

Sisanya, yang tidak termasuk dalam dua kategori di atas, bisa bermacam-macam. Tapi sebagian hanya orang-orang yang berkeliaran tanpa tujuan.

Jalan layang Pasopati yang padat di siang hari tampak begitu sepi. Hanya sesekali kendaraan berlalu dengan kecepatan tinggi. Gemerlapnya Bandung terasa dari sini. Lampu-lampu kota terlihat seperti permadani bintang yang tergelar di kedua sisi jembatan. Tidak banyak bangunan tinggi yang menonjol terlihat.

Jika banyak orang mengenal Cihampelas dan Dago sebagai jalan yang selalu dipadati kendaraan, atau tempat belanja, maka tidak denganku. Yang kukenal adalah jalan yang bernafas lega di malam hari, lepas dari beban polusi kendaraan siang hari (terutama bus-bus wisata itu di Cihampelas, mereka sadar tidak sih bahwa bus wisata itu sumber utama kemacetan dan polusi jalan kecil ini? apalagi di saat musim liburan).

Jalan Surapati, selewat tengah malam. Lebih banyak lagi orang-orang bergerombol di sisi jalan, terutama sekitar lapangan Gasibu. Raungan mesin dan desingan motor berkecepatan tinggi bukan hal yang aneh lagi di sini. Ya, di sinilah tempat mereka beradu kecepatan. Aku sama sekali tidak keberatan. Aku jelas lebih suka orang-orang ini ketimbang mereka yang bermotor secara bergerombol lalu berkeliaran tidak jelas dan membacoki orang-orang tak bersalah.

Bandung, selewat tengah malam, memiliki keindahannya sendiri yang tidak disadari banyak orang: gemerlap dalam gelap, ramai di dalam sepi. Ini hanyalah sepenggal wajahnya. Masih banyak lagi yang tak terlihat...

Catatan: Karena keterbatasan kamera (dan kemampuanku) foto-foto ini terpaksa melalui Photoshop,
terutama untuk mengurangi noise. Iya, aku butuh kamera yang lebih layak...

January 12, 2009

Apa yang kausukai dari bumi ini?

Apa yang kausukai dari bumi ini? Setiap orang memiliki jawabannya masing-masing. Seperti pada iklan Discovery Channel di bawah ini.



The World Is Just Awesome

I love the mountains
I love the clear blue skies
I love big bridges
I love when great whites fly
I love the whole world
And all its sights and sounds
Boom de yada, boom de yada
Boom de yada, boom de yada

I love the oceans
I love real dirty things
I love to go fast
I love Egyptian kings
I love the whole world
And all its craziness
Boom de yada, boom de yada
Boom de yada, boom de yada

I love tornadoes
I love arachnids
I love hot magma
I love the giant squids
I love the whole world
It’s such a brilliant place…
Boom de yada, boom de yada
Boom de yada, boom de yada

January 4, 2009

A Moment of Peace in Sawarna

Beberapa saat yang lalu, bersama sejumlah kawan aku mengunjungi Sawarna. Mungkin bisa dibilang ini perjalanan melarikan diri juga, meski sebenarnya sudah direncanakan dari jauh-jauh hari. Ah, tapi ijinkan aku bercerita mengenai Sawarna saja.

Sawarna, sebuah desa kecil di tepi laut, terletak di pesisir selatan Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Mayoritas penghuninya adalah petani, nelayan, dan perajin furniture. Meski terpencil dan sulit dijangkau, tempat ini cukup terkenal di kalangan pecinta Surfing, terutama dari Australia dan Belanda.

Selain tempat surfing, desa ini juga memiliki sejumlah objek menarik lainnya. Ada sejumlah goa: goa singalong dengan air terjun di dalamnya; goa langir, sebuah goa di tepi laut; dan yang paling menarik adalah goa lalai, yang sangat dalam. Pak Ade yang menemani kami, mengatakan bahwa ia pernah mencoba memasuki goa ini ingin mencapai ujungnya, namun sudah 2 hari menjelajah, ujung goa masih belum tercapai. Selain itu, sejumlah karang dan tebing yang indah juga bisa menjadi pilihan untuk berfoto, dengan Karang Layar sebagai objek yang paling menarik. Tak lupa, hamparan sawah serta lambaian pohon kelapa turut memanjakan mata.

Biarlah foto-foto ini menjelaskan dengan lebih baik.








Rute dari Bandung menuju Sawarna (tarif tahun 2008):
- Terminal Leuwi Panjang (Bandung) - Sukabumi
----- Bus Ekonomi (Rp 15.000) atau Bus AC (Rp 21.000) membutuhkan waktu sekitar 3-4 jam
- Sukabumi - Pelabuhan Ratu
----- Bus MGI (Rp 19.000) membutuhkan waktu sekitar 2 jam
- Pelabuhan Ratu - Bayah [turun di Simpang Ciawi. bilang aja sama kernetnya]
----- Minibus/Elf (Rp 25.000) membutuhkan waktu sekitar 2 jam
- Simpang Ciawi - Sawarna
----- Ojek (Rp 15.000 - Rp 25.000, pintar-pintar menawar saja)

Untuk yang terakhir, memang agak susah mencari Simpang Ciawi. Bisa juga turun di Bayah, kemudian menggunakan ojek ke sawarna (tarifnya sama seperti di atas), namun rute ini memutar lebih jauh (+ 45 menit sampai 1 jam).

Rute dari Jakarta dapat melalui Sukabumi atau Bogor lalu ke Pelabuhan Ratu untuk tiba di Sawarna dari arah timur, atau dapat melalui Rangkasbitung atau Serang lalu ke Malingping untuk jalur barat. Sedangkan untuk tempat menginap, tanya saja pada warga setempat atau tukang ojek dimana rumah Pak Hudaya atau Homestay Widi milik Pak Ade.


Aku suka warna senjakala Sawarna...

...begitu damai.
catatan : Sebagian foto di blog ini milik Diana Suciawati

Makhluk Mimpi

"We are such stuff as dreams are made on; and our little life is rounded with a sleep."
(The Tempest Act 4, scene 1, 148–158; Shakespeare)

Manusia adalah makhluk yang tersusun dari mimpi, dan hidup bersama mimpi. Manusia bermimpi bisa terbang, terciptalah pesawat. Manusia memimpikan kekuasaan, terjadilah perang. Manusia memimpikan kemudahan dan kenyamanan, hadirlah mobil, pendingin ruangan, dan banyak lagi.

Manusia senang bermimpi. Manusia memperjual-belikan mimpi: novel, film, kasino, undian berhadiah. Manusia hidup dalam mimpi. Ada yang memimpikan kekuasaan mutlak dan harta melimpah; ada yang sekedar memimpikan makan yang layak, paling tidak sehari sekali. Ada yang memimpikan ketenaran; ada yang hanya memimpikan sekeping logam dari pengemudi mobil di perempatan jalan.

Jangan takut bermimpi. Manusia adalah makhluk yang tersusun dari mimpi. Dunia yang ada saat ini, merupakan manifestasi dari mimpi orang-orang di masa lampau. Dan dunia yang akan datang, akan terwujud dari mimpi saat ini.

Koloni luar angkasa? Robot? Mungkin saja.

Kehidupan yang layak, bersama suami/istri tercinta dan anak-anak, di rumah pribadi yang nyaman? Tentu saja bisa.

Apa mimpimu?

January 3, 2009

as I wander out under the sky

Langit selalu terlihat sangat, sangat luas. Dari ujung utara membentang ke selatan, penuh dengan awan yang menggulung, ditemani sang mentari yang melintas dari timur ke barat, serta bintang dan bulan di saat malam. Berulang kali pertanyaan-pertanyaan ini terlontar dari dalam hati: Seberapa jauh daratan yang ada di bawah ujung langit sana dari tempatku berada? Apa yang ada di bawahnya?

Mungkin inilah salah satu alasan aku suka bertualang: dunia itu luas, kawan!

And as I wander out under the sky, I'll keep on writing on this blog. Ah, tapi jangan menyangka blog ini hanya tentang perjalanan ke pantai atau ke gunung saja, tetapi juga tentang hal-hal lain di sekitarku sehari-hari, karena apa yang terjadi di sekitarku juga bagian dari perjalanan hidupku. Betul?

Judul blog ini diambil dari sebuah lagu, aku tidak tahu siapa penyanyi aslinya. Aku mempelajarinya menjelang natal lalu, dalam rangka membantu seorang kawan menyanyikannya dalam perayaan natal di gereja.

I wonder as I wander out under the sky
How Jesus, the Savior, did come for to die
For poor, ornery people like you and like I
I wonder as I wander out under the sky

Aku memiliki interpretasi yang sedikit berbeda. Pertanyaan yang muncul dalam hatiku adalah: bagaimana Tuhan Yang Maha Kuasa menciptakan alam ini? Setiap detilnya begitu indah...

Mentari di Pasopati

Entah sejak kapan, aku jadi terbiasa melihat langit. Bukan, bukan mendongak melihat langit di atas kepala, tetapi melihat jauh ke horison, terutama saat matahari terbenam. Tempat favoritku adalah jalan layang pasopati, Bandung, menjelang pukul 6 sore, dari arah gasibu menuju pasteur.


Aku selalu melewati jalan layang itu jika hendak menuju daerah pasteur atau cihampelas dari rumah. Dan sering sekali, langit memanjakanku dengan semburat warnanya yang indah. Jika tidak sedang terburu-buru, aku akan berhenti sejenak, atau paling tidak melambatkan motorku. Terkadang aku menyempatkan diri memotretnya, meski hanya menggunakan handphone.


Dengan hasil foto seadanya, aku sudah puas. Aku tidak butuh gambar yang jernih dan tajam. Aku hanya perlu melihat sekilas dan aku dapat memutar kembali rekaman yang jauh lebih jelas di dalam ingatanku. Rekaman yang bukan berupa gambar diam, tetapi semuanya: goresan warna langit barat, hembusan angin melalui sela jaketku, suara kendaraan yang melewatiku, dan terutama, apa yang kurasakan dalam hati saat melihatnya: "O God, how great Thou art!"